Kabin Mobil Tertutup Jumlah Polutannya Dobel Saat Macet

Mengemudi rutin menurunkan kecerdasan karena otak menjadi kurang aktif.
Polutan di kabin mobil tertutup di jam macet dua kali lipat lebih banyak.

RAB.com (JAKARTA): Tim peneliti gabungan dari beberapa universitas di Amerika Serikat (AS) menemukan bahwa orang yang berada di dalam kabin yang dingin dan wangi oleh pengharum kemungkinan terpapar partikel beracun dua kali lebih banyak ketimbang orang yang berada di jalanan macet.

Hasil riset yang dimuat dalam jurnal Atmospheric Environment, akhir Juni lalu ini, menjadi kabar tak enak. Berdasarkan data, tingkat kematian di Inggris akibat polusi udara mencapai 40.000 orang setiap tahun . Polusi udara di ruangan tertutup lebih mengerikan. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebut polusi ini membuat 99.000 orang mati setiap tahun.

Selama ini, sebagian besar sensor polusi lalu lintas ditempatkan di atas tanah di samping jalan dan mengambil sampel terus-menerus selama 24 jam. Komposisi asap knalpot, bagaimanapun, berubah cukup cepat dan berpengaruh terhadap pengemudi. Mereka akan mengalami kondisi berbeda di dalam kendaraan.

Sampling jangka panjang dari data sensor itu juga luput dari variabilitas yang berbeda-beda yang disebabkan kemacetan jalan dan kondisi lingkungan. Juga lama waktu yang dihabiskan di jalan raya, di daerah metropolitan, dan lama duduk di mobil dalam kemacetan lalu lintas juga bervariasi pada setiap perjalanan pengemudi.

Untuk mengetahui seberapa besar polusi di kabin mobil apakah benar-benar mempengaruhi pengemudi pada jam sibuk, para tim gabungan peneliti dari Duke University, Emory University, dan Georgia Institute of Technology berkolaborasi mengambil sampel polusi dengan alat saat jam sibuk pagi di pusat Kota Atlanta.

Tim menaruh perangkat pendeteksi partikel beracun di kursi penumpang pada 30 unit mobil. Setelah 60 jam di tempat yang macet, perangkat pendeteksi partikel beracun dengan kecepatan hirup udara seperti paru-paru manusia itu diambil kembali dan ditelisik di laboratorium. Hasilnya terdeteksi hingga dua kali lebih banyak partikel beracun dibanding hasil deteksi sensor pinggir jalan.

“Tingkat paparan dari temuan ini lebih tinggi daripada yang diperkirakan sebelumnya. Mengapa bisa begitu? Komposisi kimia asap knalpot berubah sangat cepat, bahkan dalam jarak hanya beberapa meter,” kata Heidi Vreeland, dari Universitas Duke. Dia menambahkan hal itu terjadi karena udara yang bergerak ke atas, akibat matahari pagi memanasi jalan raya, membuat polusi lebih tinggi.

Memicu stres oksidatif

Tingkat paparan pun tak ada bedanya, antara mobil yang jendelanya terbuka dan yang memiliki pendingin udara. Keduanya sama saja. Tim juga menemukan bahwa polusi di kabin mengandung dua kali jumlah bahan kimia yang menyebabkan stres oksidatif, satu proses yang memicu reaksi berlebihan dan produksi zat kimia yang dapat merusak sel sehat dan DNA.

Stres oksidatif juga kondisi ketika jumlah radikal bebas di dalam tubuh melebihi kapasitas tubuh untuk menetralkannya sehingga sel sehat rusak. Tak heran kondisi ini memicu pengembangan berbagai penyakit, dari sindrom Asperger, gangguan motorik, kanker, Parkinson, Alzheimer, arterosklerosis, dan serangan atau gagal jantung. Juga, memicu penyakit sel sabit, autisme, infeksi, sindrom kelelahan kronis, dan depresi.

“Kami menemukan bahwa orang-orang cenderung terkena paparan polusi dua kali lipat selama kemacetan pada jam sibuk,” kata Michael Bergin, peneliti lingkungan di Universitas Duke. “Jika bahan kimia ini sama buruknya seperti diyakini banyak peneliti, para komuter harus benar-benar memikirkan kembali kebiasaan mengemudi mereka.”

Jadi ada baiknya untuk memikirkan ulang kebiasaan mengemudi kendaraan pada jam sibuk. Dalam kasus Atlanta, kualitas udara yang buruk di jalan raya disebabkan fakta bahwa 6 juta orang tinggal di wilayah metropolitan. Kebanyakan dari mereka tidak memiliki banyak pilihan, kecuali masuk mobil untuk pergi kerja atau sekolah atau belanja, atau pergi ke mana pun.

Masalahnya, naik transportasi publik kereta bawah tanah tidak kebal dari polusi udara. Awal bulan ini hasil riset yang dikeluarkan oleh Transport for London melaporkan bahwa komuter yang bepergian secara teratur dengan menumpang kereta bawah tanah di London menghirup sekitar 12 juta partikel “debu nano” beracun setiap menit.

Partikel kecil yang sebagian besar terdiri atas oksida besi itu dihasilkan oleh roda kereta saat roda baja berinteraksi dengan rel. Partikel itu cukup kecil dan bisa masuk langsung ke organ, bahkan otak. Menurut British Lung Foundation, partikel tersebut bisa meliputi tembaga, kromium, mangan, dan seng.

Menghirup partikel-partikel ini bisa meningkatkan risiko seseorang terkena penyakit asma, paru-paru, dan kardiovaskular, serta meningkatkan risiko demensia. “Ini contoh bagaimana lalu lintas berdampak negatif terhadap kesehatan anda. Kondisi ini ini sungguh satu kegagalan perencanaan perkotaan,” kata Roby Greenwald dari Emory University.