Kejahatan Siber Kian Ancam Infrastruktur Perbankan

xxx

RAB.com (JAKARTA): Kian meningkatnya tren penggunaan mobile banking membuat keamanan infrastruktur teknologi informasi (TI) lembaga keuangan lebih berisiko terkena serangan siber. Lembaga keuangan berada di bawah tekanan sehingga dituntut meningkatkan sistem keamanan mereka.

“Investasi keamanan menjadi prioritas utama bagi perbankan dan lembaga keuangan. Konsekuensi yang mereka terima dari serangan siber, baik kepada infrastruktur serta nasabah, menyebabkan perbankan harus mengeluarkan dana tiga kali lebih besar untuk keamanan TI jika dibandingkan dengan lembaga non-keuangan,” ungkap Kaspersky Lab dalam keterangan tertulis Senin (27/3).

Penelitian Kaspersky Lab dan B2B International tentang Financial Institutions Security Risks, menyebut 64 persen bank mengakui akan berinvestasi untuk meningkatkan keamanan TI, terlepas dari laba atas investasi (ROI), dalam rangka memenuhi tuntutan yang terus meningkat dari pemerintah, pimpinan manajemen serta pelanggan mereka.

Meskipun perbankan telah mengalokasikan anggaran serta upaya yang serius demi menjaga infrastrukturnya dari ancaman serangan siber, baik yang dikenal maupun belum dikenal, kenyataannya memberikan perlindungan terbukti sangat sulit mengingat luasnya infrastruktur TI yang kini ada, yakni tradisional ke khusus, ATM (Anjungan Tunai Mandiri), dan point-of-sale terminal.

“Lanskap ancaman yang luas dan selalu berubah, ditambah tantangan untuk memperbaiki kebiasaan nasabah supaya berperilaku aman, memberikan berbagai macam kerentanan untuk dieksploitasi pelaku kejahatan siber,” papar laporan Kaspersky Lab tersebut.

Laporan ini juga menyoroti tentang bermunculannya risiko yang berkaitan dengan mobile banking sebagai sebuah tren yang membuat perbankan kian terpapar ancaman siber terbaru.

“Sebanyak 42 persen bank memprediksi bahwa mayoritas nasabah mereka akan memakai mobile banking dalam waktu tiga tahun, namun perbankan juga mengakui bahwa nasabah terkadang terlalu ceroboh dalam perilaku online mereka,” ungkap laporan tersebut.

Sekitar 46 persen bank yang disurvei mengakui bahwa nasabah mereka sering diserang aksi kejahatan phishing, dimana 70 persen perbankan juga melaporkan insiden penipuan keuangan sebagai akibatnya, sehingga menyebabkan kerugian keuangan.

“Nasabah juga memainkan peranan penting dalam hal pelaporan insiden keamanan. Sekitar 24 persen lembaga keuangan mengatakan beberapa ancaman yang dihadapi tahun lalu diidentifikasi dan dilaporkan kepada mereka oleh nasabah.”

ibank1

Risiko harus dihadapi

Dalam soal keamanan ini, kalangan bankir memberi tips agar nasabah terhindar dari masalah saat ber-mobile banking. Sederhananya saat ada orang tak berkepentingan, termasuk dari bank, menanyakan nomor PIN, password, atau identitas lainnya, jangan dijawab. Selain itu aktifkan SMS notifikasi dengan minta ke customer service, sehingga setiap ada transaksi baik masuk maupun keluar kita bisa tahu lebih dulu: akan diberitahu lewat SMS meskipun rugi pulsa Rp 350.

Kalangan industri perbankan nasional menyadari bahwa perkembangan TI selalu berisiko karena dibayangi aksi kejahatan dunia maya (cyber crime). Direktur PT Bank Central Asia, Tbk (BCA) Suwignyo, dalam seminar yang diadakan Infobank bekerja sama dengan SAP Indonesia, di Jakarta, Rabu (16/9/15), mengatakan risiko kejahatan dunia maya yang mengancam infrastruktur TI di dunia perbankan sangatlah besar. 

Dia menegaskan, hal tersebut harus dihadapi dengan berbagai cara, yakni memperkuat infrastruktur TI sehingga risiko tersebut dapat diminimalisir. “Risikonya sangat besar memang, tapi kalau kita tidak hadapi risiko itu, kita tidak akan maju-maju, banyak cara untuk kita lakukan itu. ,” ujar Suwignyo.

Lebih lanjut dia mengungkapkan, bahwa kemajuan TI sangat penting bagi perbankan. Hal tersebut tentunya untuk mempermudah para nasabah dalam bertransaksi. Oleh sebab itu, pengembangan TI dianggap sangatlah penting bagi perbankan nasional.

“Internet banking dan mobile banking pertumbuhannya sangat signifikan. Nasabah butuh itu. Jadi memang semua transaksi diarahkan kesana, karena biayanya sangat murah ketimbang harus membuka cabang,” tukasnya.

Di tempat sama Financial Services Industry Leader Industry & Value Engineering South Asia SAP Asia, Guruprasad Gaonkar, mengatakan, saat ini kemajuan IT telah mengubah kehidupan semua orang termasuk Indonesia, sehingga perbankan nasional harus siap menghadapi kondisi ini.

“Saat ini 80 juta pengguna internet di Indonesia, terbesar di Asean. Teknologi secara drastis merubah konsumen, regulasi, karena itu bank harus dapat menyesuaikan diri,” tutupnya.