Pola Makan dan Aktivitas Berubah, Pola Penyakit Bergeser

Perubahan pola makan dan kurang gerak penyebab utama obesitas.
Perubahan pola makan dan kurang gerak penyebab utama obesitas.

RAB.com (JAKARTA): Perubahan pola makan dan aktivitas di masyarakat mengubah pola penyakit yang sebelumnya menular menjadi tidak menular, khususnya terkait obesitas (kegemukan). Kian banyaknya warga yang mengalami obesitas juga menaikkan risiko terjadinya berbagai penyakit degeneratif seperti hipertensi dan gangguan kardiovaskuler.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) yang mengacu pada penelitian 2007 dan 2013, terlihat lonjakan angka orang dengan obesitas di masyarakat urban (perkotaan). Pada wanita, lonjakan angkanya hampir 25 persen, sedangkan pada pria sekitar 5 persen. Pola makan tidak seimbang dan kurang aktivitas atau gerak tubuh jadi penyebab obesitas.

Data tersebut kemudian menjadi pijakan studi yang dilakukan Helda Khusun dari Southeast Asian Ministers of Education Organization – Regional Centre for Food and Nutrition (SEAMEO-REFCON) untuk memotret pola makan dan pola aktivitas (Calorie Intake and Physical Study) masyarakat perkotaan di Indonesia serta kontribusi keduanya terhadap obesitas.

“Asupan kalori dan keluaran tidak seimbang berkontribusi pada obesitas. Lewat survei ini ingin dilihat komponen diet apa saja yang paling berkontribusi pada obesitas,” kata Helda dalam seminar Pemaparan Hasil Studi Pola Konsumsi Makanan dan Minuman Masyarakat Perkotaan di Indonesia di Jakarta pada Rabu (15/3).

Survei itu melibatkan 864 sampel berusia 18 sampai 45 tahun dari 32 kelurahan di lima kota di Indonesia, yakni Jakarta Timur, Bandung, Surabaya, Makassar dan Medan. Hasilnya cukup mengejutkan karena 34,2 persen asupan kalori berasal dari lemak. Karbohidrat menjadi penyumbang terbesar sebanyak 51,4 persen dan protein hanya 14,5 persen.

Bahkan kontribusi lemak terhadap asupan kalori harian rata-rata sudah mencapai batas atas rekomendasi. Menurut Helda pola makan yang tidak seimbang  patut menjadi perhatian. Lemak dan karbohidrat dalam jumlah sama, kata dia, menyumbang kalori dalam jumlah berbeda. “Satu gram lemak bisa menyumbang sembilan kalori, sedangkan satu gram karbohidrat menyumbang lima kalori,” jelas Helda.

Bisa dibayangkan, lanjutnya, bila lemak berlebih lalu tertimbun di pembuluh darah, akan memicu penyakit, seperti penyakit jantung. Apalagi temuan dalam studi ini, kata Helda, menunjukkan rendahnya aktivitas fisik. “Hanya 28 persen sampel melakukan aktivitas fisik tinggi. Sekitar 59,4 persen lebih banyak menghabiskan waktu di depan komputer atau televisi.”

Studi tim Helda menemukan bahwa secara rata-rata nasi yang masih menjadi favorit masyarakat perkotaan menyumbang 32,9 persen asupan kalori per hari, diikuti oleh daging 10,6 persen. Kelompok makanan lain yaitu kacang-kacangan, mie, sayuran, dan ikan menyumbang kurang dari 10 persen asupan kalori rata-rata per hari. Selain itu ada minuman berperisa manis (minuman yang mendapatkan gula tambahan).

“Minuman seharusnya tidak jadi kontributor asupan kalori tubuh karena untuk menghidrasi. Tapi sekarang banyak minuman yang ditambah gula dan inilah yang berbahaya,” kata Helda menambahkan konsumsi teh dan kopi menyumbang 5,1 persen kalori, minuman soda 0,4 persen, jus buah 0,3 persen, dan minuman lain hingga totalnya 6,5 persen.

Kopi dan teh, tegas Helda, tidak jadi soal,. “Masalahnya tambahan gula pada kedua minuman ini,” tandasnya menambahkan sebanyak 77,4 persen sampel mengaku mengonsumsi minuman berperisa manis paling tidak tiga kali seminggu. Selain itu, mereka juga mengonsumsi sejumlah makanan yang sebenarnya tidak direkomendasikan seperti gorengan (74,5 persen), makanan manis (37,7 persen), dan keripik (27,9 persen).

Akibat pola konsumsi itu, kata Helda, asupan gula yang masuk ke tubuh seseorang mencapai 20 gram per hari. Bahkan sepertiga dari sampel mengkonsumsi gula tambahan lebih dari 25 gram per hari. Padahal, menurut Total Diet Study, jumlah yang direkomendasikan hanya 15 gram per hari. Konsumsi berlebih pada makanan atau minuman yang tidak direkomendasikan ini dapat meningkatkan risiko obesitas.

“Walau sebenarnya, penyebab obesitas ada banyak faktor seperti usia, jenis kelamin, makanan atau aktivitas fisik. Studi menemukan pada pria, obesitas lebih berasosiasi dengan konsumsi mie, keripik dan teh manis. Sedangkan pada wanita, lebih pada konsumsi keripik, minuman berperisa manis dan umbi-umbian,” papar Helda menambahkan kelompok makanan lainnya menyumbang kurang dari 5 persen kalori per hari.

Data lain menunjukkan jenis makanan yang sering dikonsumsi para responden yang menyumbang kalori dari jenis karbohidrat adalah nasi putih sebanyak 97,5 persen, mie instan sebanyak 14,8 persen, mie 6 persen, roti 4,4 persen dan umbi-umbian sebanyak 3,2 persen.

Dia menambahkan, obesitas juga bisa dipicu faktor lingkungan. Misalnya, ketika suatu tempat tidak ada jalur pejalan kakinya, maka orang malas untuk berjalan. “Lalu ketika di lingkungan kantor, pilihan makanan yang ada terbatas, dan sebagian besar di antaranya banyak yang tidak sehat,” tambah Helda.