RAB.com (JAKARTA): Merakyat dan sabar melayani warga. Itulah sedikit kesimpulan saat menyaksikan Gubernur DKI Jakarta di pagi Hari Kartini. Begitu turun dari mobilnya di depan tangga beranda Balai Kota, Basuki Tjahaja Purnama yang akrab dipanggil Ahok, langsung dikerubuti warga. Saat itu, kata seorang ajudan, suasana lebih ramai dari biasanya. Mungkin karena Hari Kartini dan suasana masih sentimental karena kekalahan Ahok di pemilihan kepala daerah (pilkada) putaran dua.
Pengunjung Balai Kota saat itu terbagi dua kelompok besar: yang ingin berfoto dan menyatakan simpati dan warga yang ingin bertemu langsung dengan Ahok untuk menyampaikan masalah yang tengah dihadapi. Para ajudan dan pegawai Balai Kota sudah mengatur dengan rapi: yang akan sekadar berfoto dan membawa bunga mawar antri di sebelah barat dan warga pembawa masalah berjejer di sebelah timur. Begitu dua kelompok itu membentuk koridor sepanjang 20-an meter sampai pintu besar masuk ke Balai Kota.
Begitu turun Ahok seperti dipaku di posisinya melayani permintaan foto bersama para penggemarnya di undakan tangga. Silih berganti rombongan segala umur laki-perempuan berjejer di sekitar Ahok untuk berfoto bersama. Sesekali terdengar obrolan, yel-yel, sampai tangisan karena ada yang begitu emosional bertemu Ahok yang berkemeja lengan panjang batik bernuansa warna coklat itu dan terus memasang wajah ceria. Jumlahnya mungkin mencapai lebih seratus orang sehingga menghabiskan waktu hampir sejam.
“Ini termasuk rekor. Saat hari pertama menjabat gubernur kemarin Pak Ahok melayani warga sambil berdiri hingga sekitar satu setengah jam,” kata seorang ajudan sambil melihat arloji di pergelangan tangan kirinya. Di hari biasa, lanjut dia, paling hanya perlu belasan menit menemui semua warga yang ada di beranda Balai Kota yang membawa masalahnya masing-masing. Pagi itu masalah dari surat tanah, urusan KJP (Kartu Jakarta Pintar), KJL (Kartu Jakarta Lansia), pembebasan lahan yang mandek, minta bea siswa S2, minta bantuan operasi patah tulang, sampai turap kali ambrol.
Saat sesi foto berakhir, Ahok mulai melangkah ke arah pintu Balai Kota. Tepatnya beringsut setapak demi setapak karena dia langsung memeriksa satu per satu berkas para warga yang sudah berjejer dengan sabar. Tak terjadi dorong mendorong, masing-masing pembawa masalah menunggu saja sampai Ahok sampai di depannya. Sembari melihat berkas, mendengarkan atau bertanya bila kurang jelas kepada tiap warga yang dihadapi, bila diperlukan Ahok menulis catatan disposisi di berkas warga.
Efektif dan efisien
Sesekali dia memanggil ajudannya atau petugas SKPD yang mengikuti audiensi itu untuk menindaklanjuti aduan yang sudah didengarnya. “Panggil A dari bagian X, tolong dibantu ibu ini” atau juga “potret saja berkasnya dan kirimkan lewat WA supaya cepat ditangani” saat melihat paparan lampiran foto. Termasuk juga melakukan elaborasi seberapa berprestasinya lulusan universitas yang minta beasiswa S2 sampai dengan cepat memberikan catatan di salinan putusan pengadilan terkait sengketa lahan yang dibawa salah satu warga.
Begitu seterusnya sampai merapat dekat pintu Balai Kota dengan sesekali masih melayani warga yang tampaknya belum puas berfoto bersama karena maunya berpose jejer sang idola. Ahok sempat tersenyum simpul saat satu ibu agak sepuh berbaju kotak-kotak berkeras untuk difoto satu frame berdua saja dan tak mau ada saudaranya yang ikut. Yang menarik tak kurang puluhan kali tepukan di bahu atau lengan atas Ahok mengiringi ucapan terima kasih warga saat berjalan sekitar sejam dari tangga sampai ke pintu.
Jadi selain berfoto dengan lebih dari seratusan orang selama sekitar sejam, pagi itu Ahok yang pasti sudah kegerahan dirubung banyak orang, juga melayani sekitar 50 warga lain yang mengadukan masalahnya. Dalam soal tanggapan aduan semua berkesan rapi, langsung diarahkan ke bagian atau personel yang in charge dan berwenang untuk menindaklanjuti dan menyelesaikan masalah yang diadukan: efektif dan efisien.
Semua berkas pun bisa langsung diserahkan ke bagian penerimaan berkas di pojok timur beranda Balai kota yang juga fasilitas gratis untuk memfotokopi KTP saat diperlukan. Petugas yang ada di situ memberikan pelayanan cukup ramah soal kelengkapan berkas hingga mendapatkan bukti tanda terima. Yang tak kalah penting, di depan meja marmer yang di atasnya terdapat buku register yang diisi terkait berkas masalah yang diadukan tersedia dispenser teh panas dan setoples besar roll stick coklat.
Begitulah sedikit paparan standar layanan di Balai Kota DKI Jakarta yang diberikan oleh Gubernur beserta para ajudan dan staf lainnya yang mestinya bisa dipertahankan oleh pejabat baru. Mungkin itulah wujud senyatanya dari pelayananan yang berdedikasi, jujur, bersih, transparan, dan yang paling penting warga yang mengadukan masalahnya merasa mendapatkan perhatian dan solusi secepatnya. Wujud kongkret bagaimana Gubernur DKI Jakarta bisa mengadministrasi keadilan sosial.