Selebritis Stop Aktif di Media Sosial Gejala Apa?

non-actv

RAB.com (JAKARTA): Akhirnya demam selalu mejeng di media sosial (medsos) mencapai titik jenuhnya bagi sebagian orang. Beberapa selebritis dalam dan luar negeri mengatakan menghentikan ekspos tentang dirinya di medsos. Berbagai alasan disebut mulai yang memang tak mau lagi tampil di medsos, takut di-bully, sampai yang sudah merasa apa yang dilakukannya sudah hambar dan tak ada tantangannya lagi.

“Saya merasa berbagai hal yang saya posting di akun saya sebenarnya tidak penting untuk saya bagikan. Misalnya saat makan, saya tidak menikmati apa yang ada di hadapan saya dan malah berpikir berapa banyak orang yang akan like,” kata Sarah Sechan yang beberapa hari lalu menyatakan tidak aktif lagi di akun Instagram dengan 158.000 followers
dan Twitter-nya dengan 2,6 juta followers.

Host satu acara di salah satu stasiun TV itu menambahkan alasan lainnya adalah tak ingin menghabiskan waktu yang dirasakan begitu banyak hilang dengan aktivitas di medsos. Ibu satu anak ini merasa perlu memperbaiki hidupnya dengan lebih banyak berinteraksi dan memperhatikan orang-orang terdekatnya.

“Aku ingin memulai hidup dan menikmati setiap momen dalam hidupku, tanpa sibuk memikirkan pendapat dan persetujuan dari orang lain,” kata Sarah pada akun Instagramnya. Dalam unggahannya ia juga sangat bersyukur atas pencapaian dan kegagalannya selama ini. Ia merasa apa yang terjadi dalam hidupnya karena Tuhan telah banyak mendengar doanya, bukan membaca keterangan foto yang diunggahnya.

Istri dari dokter Neil G Furuno itu ingin kembali ke hari-hari di mana bisa makan karena kebutuhan, bukan karena foodporn. Dia juga bisa mengenakan baju karena nyaman, bukan karena menerima endorse dan harus memposting OOTD (Outfit Of The Day). Pemeran Ambu pada film ‘Bukaan 8‘ ini juga mengatakan, ingin mengenal orang-orang dengan bertemu langsung dan tidak melalui medsos.

Sehingga, lanjut dia, orang-orang tidak hanya kenal dan tahu tentang dirinya dengan kalimat yang ditulis pada akun media sosialnya. “Jadi, inilah unggahan terakhirku. Oh… hidup di media sosial sangat melelahkan dan banyak merenggut waktu istirahat siangku. Terima kasih followers-ku tercinta,” tutup perempuan 42 tahun itu.

Untuk para penggemarnya  yang ingin tahu cerita tentang dirinya, Sarah mengatakan tak perlu khawatir dan ikuti saja dari pemberitaan di media massa. “Para penggemar saya baca, lihat, atau dengar saja dari media massa yang pasti akan memberitakan prestasi saya.  Jadi bukan saya sendiri yang telah menghasilkan prestasi apa,” ujar DJ MTV yang terkenal pada masanya.

Sejak tahun lalu

Fenomena selebritis mengurangi atau bahkan menghentikan postingan di medsos di belahan dunia lain sudah terjadi pada sekitar bulan Oktober 2016. Nama Selena Gomez, Demi Lovato, Chrissy Teigen, Leslie Jones, Kim Kardashian, sampai Justin Bieber dan Ed Sheeran adalah beberapa dari puluhan selebritis dengan ratusan ribu pengikut yang menyatakan menjauhi medsos dengan berbagai alasan.

Satu penelitian dari Pittsburgh University menunjukkan bahwa orang yang tidak bisa lepas dari kegiatan online yang sangat intens punya kemungkinan dua setengah kali lipat lebih tinggi menderita depresi. Tak hanya itu, riset memperlihatkan bahwa mengecek akun medsos di ponsel (telepon seluler) pintar lebih adiktif daripada rokok.

Satu masalah terbesar dengan ingin selalu (terobsesi) melihat interaksi di medsos adalah kita mulai menilai citra dan nilai diri (self-esteem) berdasarkan berapa jumlah likes atau berapa banyak pengikut (followers). Menurut terapis dari Winnipeg Olivia Assuncao, kita semua sangat ingin dihargai dan diterima. Medsos, bagaimanapun, merupakan satu ruang di mana hanya sedikit atau bahkan tanpa hubungan emosional yang tercipta.

“Karenanya membuat pemenuhan emosional semakin susah dicapai, sehingga membuat kita merasa kesepian (lonely), bahkan dengan begitu banyaknya ‘teman dan followers. Kini perbesar pada skala selebritis sehingga berbagai perasaan negatif dan perilaku obsesif hanya akan kian membuat kian nelangsa. Selebritis juga manusia dan akan merasakan pengalaman emosional sama pada skala yang jauh lebih besar sebagai tokoh publik.”

Hal lain yang juga berlipat kali seiring popularitas adalah para pembenci (haters). Saat disyukuri bisa mempersempit jarak antara sang bintang dengan masyarakat, medsos juga memberikan akses sama bagi penggemar (fans) maupun pengritik untuk membagikan perasaannya dengan bebas kepada si selebritis dan dunia. Konsultan PR dan pencitraan Majorie Wallens mengatakan medsos memungkinkan selebritis berinteraksi dengan penggemarnya dalam waktu nyata.

“Medsos membuat selebritis lebih bersosok nyata (demystifies) dan memungkinkan interaksi dengan penggemar lebih dekat dan personal,” papar Wallens seraya menyebut  Leslie Jones sebagai contoh sempurna bagaimana hal “personal” bisa terjadi. Pada musim panas tahun lalu dia mendapat penyerangan verbal dan nyaris secara fisik yang memaksanya off dari akun media sosialnya untuk menghindari serangan itu meskipun aktif lagi sehari kemudian.

Saat Bieber menghentikan akun Instagram pada 15 Agustus 2016—setelah  setahun mengumumkan sedang mengatasi kecemasannya—juga bukan kebetulan. Menurut psikoterapis berkantor di Toronto Stacey Gorlicky, medsos bisa menjadi pemicu  potensial bagi kecemasan emosional. “Komentar negatif dari followers dapat memperburuk kondisi seperti kecemasan dan rendahnya citra diri.”

Teori ini bisa diterapkan pada banyak selebritas lain, termasuk mantan pacar Bieber, Selena, yang baru saja masuk panti rehab untuk perawatan depresi dan  kecemasan. Begitu pula Demi Lovato, yang sejak lama berkonsultasi dengan pakar kesehatan mental karena dia harus berjuang mengatasi gangguan bipolar dan saat itu membuat para penggemarnya bertanya-tanya apakah dia sungguh akan berhenti bermusik atau ber-sosmedia atau keduanya.

Tapi bukan hanya monster internet yang membuat dunia sosmed berbahaya bagi para bintang tersebut. Assuncao, seperti dikutip laman fashionmagazine.com, menduga bahwa tekanan untuk menjadi “sempurna” juga menjadi faktor penentu. “Tekanan keras untuk menampilkan  satu citra diri tiap hari bisa menambah rasa cemas dan depresi pada seseorang,” ujarnya menambahkan bahwa saat kehidupan orang tergantung pada gambar sempurna itu akan berdampak lebih merusak.

Bagi kebanyakan orang yang tidak mencari nafkah dengan bergantung pada citra yang tampil di medsos, mengambil jeda seperti dilakukan para selebritis itu mungkin berguna untuk dipertimbangkan. “Satu dari banyak manfaat menjaga jarak atau berhenti dari medsos adalah hidup apa adanya (in authenticity),” kata Gorlicky. Assuncao sepakat: “Medsos mengarahkan kita menciptakan kebahagiaan yang ideal berdasarkan penilaian orang lain, alih-alih membebaskan untuk memutuskan apa yang akan membuat kita sungguh bahagia. Jeda itu memungkinkan kita hidup sekarang dan menikmati semua hal tanpa membanding-bandingkan.”

Akankah tren menjauhi medsos ini makin menggejala dan diikuti selebritis Indonesia lainnya atau bahkan anda mulai berpikir untuk juga melakukannya?