Telat Parah dari Kebiasaan Bisa Menjadi Kepribadian

Watching the clock is just not in some people's behaviour.
Melihat jam sama sekali bukan perilaku penting bagi sebagian orang.

RAB.com (JAKARTA): Kita semua tahu ada orang yang punya kebiasaan telat yang  parah, baik menghadiri suatu janji ketemu, ketinggalan angkutan, telat masuk kerja, bahkan untuk pergi ke pesta. Daftarnya bisa diperpanjang lagi.

Seorang rekan pernah berkisah bagaimana saat kencan pertamanya teman pria, yang kini sudah menjadi suaminya, telat hampir sejam. Dan perilaku itu seperti berlanjut dalam beberapa kesempatan dalam perkawinannya.

“Segera setelah saya mengira telah menyembuhkan kebiasaannya dan telah berhasil mengajarkan apa itu tepat waktu, putra sulung kami mulai menunjukkan adanya kebiasaan yang sepertinya akibat adanya gen telat,” ujarnya kesal.

Dia yang hampir selalu membuat kami menunggu di mobil saat mengajaknya pergi ke suatu acara. Meskipun sudah cerewet mengingatkannya berkali-kali, lanjut dia, si sulung ini tidak segera memakai sepatunya atau pergi ke toilet. “Kami tak bisa lagi menghitung berapa kali harus mengantarnya ke sekolah karena dia ketinggalan mobil jemputan.”

Tampaknya benar teori yang mengatakan bahwa sebagian dari kita dianugerahi kemampuan mengelola waktu secara berbeda. Satu penelitian yang dilakukan psikolog Emily Waldun dan Mark McDaniel dari Washington University pada 2016 terkait teori ini, kutip situs ScienceAlert, dipaparkannya sebagai Time-Based Prospective Memory (TBPM).

Dalam eksperimen serangkaian waktu untuk menyelesaikan satu tugas diberikan kepada partisipan penelitian. Mereka bisa mengecek jam setiap waktu sesuai keinginan. Tapi tugas itu dibuat sampai pada satu kondisi partisipan begitu sibuknya menyelesaikan tugasnya, seperti menyatukan puzzle, dan menjadi tak peduli lagi untuk memeriksa waktu tersisa.

Bisa menjadi kepribadian

Hasilnya menunjukkan bahwa sejumlah orang bisa merencanakan atau mengelola waktunya lebih waktunya lebih baik daripada yang lain. Menurut Susan Krauss Whitbourne, profesor sains otak dan psikologi pada University of Massachusetts Amherst, orang yang bagus pada tugas TBPM tampak lebih baik mengelola perilaku tepat waktunya.

Teori itu juga menyatakan bahwa kebiasaan ini bisa menjadi kepribadian seseorang. Menanggapi soal ini, Whitbourne  mengatakan bahwa psikolog bermahzab Freudian mempercayai perilaku telat yang parah membuat pelakunya punya kecenderungan merusak diri (self-destructive tendencies). “Kecenderungan ini membuat mereka terperangkap dalam siklus terus telat dan menghukum diri karenanya.”

Penulis dan dosen perilaku manusia Alfie Kohn juga membenarkan bahwa siklus itu bisa begitu saja membuat  ketiadaan disiplin diri, yang mana  orang menemukan bahwa merupakan kemustahilan untuk menarik diri sendiri keluar dari satu kegiatan  yang sangat disukainya atau satu tugas yang dirasa olah mereka harus diselesaikan.

Psikolog dan penulis Adoree Durayappah-Harrison menjelaskan bahwa sebagian orang hanya tidak suka untuk datang lebih awal. Kadang hanya dirasakan tidak efisien untuk menunggu seseorang sebelum mereka benar-benar sudah datang, atau mereka merasa aneh, atau tidak nyaman saat menunggu.

Selain itu tampaknya ada kelonggaran tekanan sosial yang tampaknya harus diwaspadai terkait soal telat ini. Bisa dicontohkan permakluman saat tak seorang pun hadir dalam pesta makan malam yang dijadwalkan mulai pukul 19.00 dan acara dibiarkan molor.

Para peneliti tersebut menyarankan bagi mereka yang sering datang terlambat untuk tidak menyepelekan waktu yang mereka miliki. Semua orang memiliki waktu yang sama, 24 jam sehari. Semua bergantung bagaimana Anda memanfaatkan waktu tersebut dengan maksimal.

Tidak masalah jika sesekali datang terlambat, namun sangat penting untuk menghargai orang yang meluangkan waktunya untuk datang tepat waktu. Biasakan untuk menambahkan beberapa menit dalam jadwal harian yang Anda estimasikan,
dan lakukan untuk semua hal, bukan hanya saat bertemu dengan atasan saja.