RAB.com (JAKARTA): Talk is cheap. Analisis warung kopi yang tersebar di media sosial (medsos) yang simpang siur pun meramaikan opini publik. Bahkan yang terkesan asal karena menyalahkan pemerintah sebagai otak penebar teror bom bunuh diri Kampung Melayu dengan tujuan memojokkan kelompok tertentu dan mengalihkan isu. Sebagian masih dilatarbelakangi berbagai kejadian terkait pemilihan kepala daerah yang baru lalu dan tentu saja berdasarkan asumsi sesuai prasangka masing-masing.
Ada setidaknya satu postingan medsos Bom Terminal Kampung Melayu, Tidak Perlu Kaget, Bukankah Kita Sudah Terbiasa dengan Pola-Pola Pengalihan Isu Seperti Ini ??? Isinya yang dipaparkan dengan sok yakin berupa daftar pointer sejumlah peristiwa yang terjadi belakangan ini: dari Kapolri yang habis dicecar DPR, upaya kriminilisasi umat dan ulama agama tertentu, soal Ahok, sampai betapa absurd-nya bom meledak di terminal tempat rakyat jelata berkumpul. Semua untuk bisa menyimpulkan adanya permainan kotor pihak berkuasa.
Kalau memang belum ada fakta rinci yang memadai untuk mengambil kesimpulan, bukankah sebaiknya menahan diri untuk tidak berkomentar. Menunggu keterangan resmi dari polisi yang pasti akan segera mengusut tuntas siapa pelaku dan apa motivasinya. Tak perlu meniupkan isu yang malah terkesan sebagai upaya bela diri atau malah cuci tangan bahwa pelaku bukan dari kelompoknya. Cara pikir yang agak absurd, tak memberi pencerahan, dan yang terpenting tidak berempati pada korban.
Seperti biasa polisi yang sebelumnya sedang sibuk mengurusi yang konon perang antar geng yang mendadak seperti merebak di berbagai wilayah, Rabu malam kemarin seperti “kecolongan” lagi dengan insiden meledaknya bom untuk kesekian kalinya. Polisi sudah memperkirakan terjadi insiden setelah serangan global di Manchester dan Marawi, tapi memang sangat sulit untuk menentukan kapan dan di mana serangan bom akan terjadi, khususnya di Jakarta yang begitu banyak kemungkinannya.
Meskipun begitu polanya sebenarnya tak jauh dari yang sudah terjadi: yaitu di tempat-tempat banyak massa terkumpul dan terbuka karena pertimbangan logis bahwa jumlah korbannya akan banyak dan pasti akan mendapat liputan masif media massa. Hal terakhir ini sekarang terkait dengan maraknya medsos yang dalam hal ini menjadi alat efektif tersendiri untuk menebar teror. Apalagi kalau bukan dengan men-share gambar maupun video seputar insiden yang terjadi terutama yang vulgar.
Keterlaluan dan tindakan keras
Dan itulah yang terjadi sampai ramai pula seruan di berbagai grup medsos untuk tidak ikut menyebarluaskan foto maupun video potongan tubuh terkait bom bunuh diri di terminal Kampung Melayu itu. Selain itu peristiwa ini kembali seperti jadi rumput kering atau bahkan bahan bakar untuk kembali menyulut perdebatan tidak produktif saling menyalahkan beropini sesuka hati yang jelas hanya membuat simpang siur informasi. Bahkan sudah beredar viral gambar KTP orang yang dituding sebagai pelaku padahal terbukti masih hidup.
Sekali lagi sangat tidak selayaknya mengumbar pendapat yang belum jelas fakta dan kebenarannya. Yang jelas ini tindakan pengecut, khususnya si pendoktrin yang bisa mengubah orang jadi gelap mata dan mereka yang menangguk ‘keuntungan’ dari kejadian ini. Sangat wajar Presiden Jokowi menyebut bom di Kampung Melayu sudah keterlaluan karena selain polisi yang juga jadi korban adalah tukang ojek, sopir angkot, dan penjual lapak kelontong.
Presiden menyerukan agar semua anak bangsa di seluruh pelosok Tanah Air tetap tenang dan tetap menjaga persatuan. Kita, katanya, harus terus jaga ketenangan, kesejukan karena hari-hari ini kita umat muslim sedang mempersiapkan diri untuk masuk ke Bulan Ramadan untuk menjalankan ibadah puasa. Selain itu juga meminta polisi untuk segera mengusut tuntas dan menangkap siapa yang bertanggung jawab di balik teror bom kali ini.
Satu hal yang tampaknya perlu diluruskan bagi mereka yang sering menggunakan dalih hak asasi manusia untuk membenarkan tindakan pelaku teror, mengutip seorang pakar manajemen risiko, bahwa seorang sipil bukan lagi sipil saat ia mempersenjatai dirinya dan menyerang aparat negara, meledakkan fasilitas publik, serta membahayakan keselamatan umum. “Saya mendukung tindakan keras polisi terhadap sipil bersenjata yang melakukan aksi teror di negara ini.”
Dan bagi mereka yang berpikir bahwa ledakan di Kampung Melayu ini adalah sebuah aksi pengalihan isu, kata dia, dipersilakan untuk pergi ke apotik, membeli obat urus-urus dan telanlah banyak-banyak. “Perut yang kosong dari sampah terkadang akan memperlancar kerja otak untuk berpikir jernih. Silakan berpikir pengalihan isu jika bom tersebut di-remote dari jarak jauh,” tulisnya dengan nuansa sarkastis penuh geram untuk mengekspresikan keheranannya atas analisis yang menyimpulkan adanya pengalihan isu.