26,1 Persen APBN untuk Bayar PNS, Birokrat Diminta Inovatif

sri m

RAB.com (JAKARTA): Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan alokasi anggaran untuk menggaji pegawai dan operasional pada tahun ini masih sangat besar, yaitu mencapai Rp343,3 triliun atau sekitar Rp26,1 persen dari belanja pemerintah pusat dalam Anggaran Pendapatan Belanja (APBN) 2017 sebesar Rp1.315,5 triliun. Pemerintah hanya mengalokasikan anggaran sebesar Rp296,6 triliun untuk pos belanja barang dan Rp194,3 triliun untuk pos belanja modal.

“Kalau dari sisi neraca pemerintah pusat, belanja pegawai itu mencapai 26,1 persen dari total anggaran belanja pemerintah pusat atau seperempat anggaran dipakai untuk bayar gaji dan tunjangan bagi para birokrat,” ujar Sri Mulyani dalam pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Kepegawaian 2017 di Jakarta Convention Center, Rabu (10/5).

Sejak diberlakukannya desentralisasi daerah, lanjut Menkeu rasio belanja pegawai dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) juga terus membengkak. Dalam APBD 2016, sebanyak 131 daerah Kabupaten dan Kota diketahui memiliki rasio belanja pegawai dan tunjangan lebih dari 50 persen terhadap total belanja pemerintah. “Besaran rasio itu telah mengundang banyak pertanyaan masyarakat atas hasil kinerja para aparatur negara selama ini.

“Dengan porsi anggaran tersebut, seharusnya birokrat bisa lebih berinovasi dalam menjalankan desentralisasi daerah. Jangan lupa, APBD dan APBN adalah alat untuk mencapai tujuan negara menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, bukan alat untuk memuaskan birokrat,” tegasnya. Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menuturkan salah satu cara untuk melakukan optimalisasi dan efisiensi anggaran adalah memanfaatkan teknologi dalam desain belanja dan pendapatan negara.

Teknologi, kata Sri Mulyani, mampu memperbaiki kinerja birokrasi, khususnya dari sisi kecepatan, ketepatan, akuntabilitas, dan kredibilitas. Dicontohkan, Kementerian Keuangan dengan lebih dari 26.000 satuan kerja menggunakan teknologi Modul Penerimaan Negara (MPN) untuk melaksanakan APBN dan mengelola keuangan negara. Modul itu digunakan untuk mencatat dan mengawasi ratusan ribu transaksi belanja yang dilakukan setiap hari dan terus meningkat setiap tahunnya.

Sebelum modul itu diluncurkan, kata Menkeu, transaksi diawasi oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) di 181 kantor di seluruh Indonesia. “Dengan adanya MPN, dulu pekerjaan yang dilakukan 500 staf Kemenkeu di 181 KPPN sekarang hanya dilakukan oleh 25 staf di 1 KPPN,” tandasnya menambahkan pihaknya mendorong kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk menggunakan anggaran dengan bijak dan sesuai dengan prioritas pelayanan masyarakat.

“Kemenkeu kerjanya tidak hanya untuk mengumpulkan uang terus simpan di bantal, enggak. Kemenkeu ingin uang bekerja untuk memberikan kemakmuran rakyat,” ucapnya. Sri Mulyani berharap ASN (aparatur sipil negara) dapat mengerahkan kemampuan dan menjalankan tugasnya dengan baik untuk membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat serta menciptakan iklim bisnis yang perekonomian dan bisnis yang kondusif.

Pada 2017, pemerintah mengalokasikan transfer ke daerah dan dana desa mencapai Rp764,9 triliun atau lebih dari sepertiga total belanja negara sebesar Rp 2.080,5 triliun. Hingga kuartal pertama tahun ini, realisasi belanja pegawai tercatat menjadi salah satu pos belanja dengan penyerapan yang tinggi yakni mencapai Rp74 triliun (21,6 persen dari target). Belanja barang dan modal masing-masing baru mencapai Rp31,7 triliun dan Rp11,8 triliun (10,7 dan 6,1 persen dari target). Sementara transfer ke daerah dan dana desa tercatat terserap sebesar Rp195,2 triliun (25,5 persen dari target).

Jangan sekadar kumpul

Seusai menyampaikan materinya seputar birokrasi anggaran dalam acara Badan Kepegawaian Nasional (BKN) itu, Menkeu menitipkan pesan khusus kepada para peserta Rakornas. Ia meminta agar sekretaris daerah (Sekda) dan para pegawai BKN yang datang dari berbagai daerah di Indonesia itu benar-benar menggunakan kesempatan Rakornas ini untuk belajar dan meningkatkan kemampuan. “Kumpul di tempat seperti ini jangan hanya menjadi tempat untuk menghabiskan biaya perjalanan Anda,” kata Sri Mulyani.

Sekitar 100 peserta yang ada di dalam ruangan langsung mendadak riuh. Sebagian ada yang tertawa dan sebagian ada yang bertepuk tangan mendengar peringatan dari Sri Mulyani itu. “Karena tadi saya sebutkan, belanja barang kita tinggi karena sering ngumpul-ngumpul begini,” tutur Sri Mulyani menambahkan para peserta bisa saling belajar dari rekannya yang berasal dari daerah lain, misalnya terkait terobosan atau inovasi yang bisa dilakukan dalam melayani masyarakat.

Setiap peserta bisa saling berlomba menjadi yang terbaik untuk kebaikan. “Kalau kumpul nggak ada gunanya maka kita merugikan negara dua kali. Alokasi anggaran salah, waktunya juga sia-sia. Jadi tolong selamatkan uang negara karena Anda sudah pinjam ruangan yang bagus, tempat yang indah. Anda kumpul dengan semuanya menggunakan tiket yang dibayar negara.”  Menkeu meminta ASN tidak terus melakukan pemborosan dengan menggelar rapat kerja di tempat mewah tanpa memberikan hasil pada negara.

“Kumpul di tempat seperti ini jangan hanya untuk ajang menghabiskan biaya perjalanan Anda. Belanja barang terlalu tinggi, kalau kumpul tidak ada gunanya, maka kita telah merugikan negara dua kali. Alokasi anggaran salah dan waktu jadi sia-sia,” ujar Menkeu yang menilai fasilitas rapat yang bagus seharusnya bisa dimanfaatkan untuk saling bertukar ide dan gagasan atas inovasi teknologi dalam pelayanan pemerintah. Sri Mulyani pun meminta seluruh Kementerian dan Lembaga pusat, serta pemerintah daerah harus bergerak menciptakan layanan kepegawaian berbasis digital.

Menurutnya. teknologi menjadi sesuatu yang harus terus menerus diperkenalkan dan dimasukkan dalam struktur birokrat negara dalam bekerj. Dengan demikian, teknologi mampu mencapai tujuan birokrasi, yaitu melayani masyarakat dan menjaga kepentingan nasional dengan lebih efisien, lebih cepat responsnya, dan lebih akurat dalam memberikan responsnya.

“Teknologi juga memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk check and ballance atau evaluasi terhadap kinerja birokrasi. Dengan demikian teknologi memudahkan kita melakukan koreksi,” tambahnya. Adaptasi teknologi dalam sistem pelayanan birokrasi juga dinilai nantinya akan mampu mendongkrak daya saing Indonesia dengan negara lain.

“Bersaing bukan untuk tujuan buruk, tapi bersaing untuk bisa meningkatkan kemakmuran rakyat, menarik modal, menarik teknologi, menarik inovasi sehingga Indonesia tidak tertinggal dari sisi kemajuan, kemakmuran dan keadilan dari negara lain,” pungkasnya.