Karakter Kepribadian Ternyata Bisa Menular

Kemalasan, Kehati-hatian, dan ternyata menular.
Kemalasan, Kehati-hatian, dan ketidaksabaran ternyata menular.

RAB.com (JAKARTA): Sejumlah sifat yang lazim dilihat sebagai karakter kepribadian yang mengakar sehingga susah diubah ternyata tidak sepenuhnya benar. Satu penelitian yang dilakukan pakar Prancis mengungkap bahwa kehati-hatian, ketidaksabaran dan kemalasan (prudence, impatience and laziness) bisa menular akibat pengaruh sosial yang kuat.

“Mengejutkan mempelajari bahwa tiga karakter yang sering dianggap sifat kepribadian yang begitu mengakar pada seseorang ternyata begitu labil dan sangat dipengaruhi sikap orang lain,” kata Jean Daunizeau, pemimpin tim motivasi, otak dan perilaku kelompok di Brain and Spine Institute (ICM) di Paris seperti dipublikasikan di jurnal PLOS Computational Biology akhir Maret lalu.

Kehati-hatian, ketidaksabaran, dan kemalasan adalah sifat kepribadian yang memandu bagaimana seseorang membuat keputusan saat mengambil risiko, menunda tindakan, dan melakukan sebuah upaya.  Kehati-hatian adalah preferensi untuk menghindari risiko, seperti memilih hasil yang pasti dan bukan hasil yang mungkin lebih besar namun berisiko untuk dicapai.

Ketidaksabaran adalah preferensi untuk pilihan yang melibatkan sedikit penundaan dan keinginan yang kuat untuk mendapatkan segera daripada nanti. Sedangkan kemalasan adalah mereka yang menentukan bahwa manfaat potensial tidak sesuai dengan usaha yang dilakukan. Peneliti meminta partisipan untuk memutuskan setelah mengamati peragaan di video tentang partisipan fiktif yang malas, berhati-hati, dan sabar.

“Kami menemukan bahwa kebanyakan sikap partisipan menjadi mirip dengan orang-orang yang ada di sekitarnya, termasuk yang dilihat di peragaan,” kata Daunizeau yang merupakan penulis utama dari studi baru ini. Dia menambahkan studi baru ini menunjukkan bahwa hal yang tak terpikirkan bisa terjadi. “Orang-orang mungkin tidak sadar menyelaraskan sikap mereka terhadap risiko, penundaan, dan usaha dengan sikap orang lain.”

Proses belajar

Dalam studi tersebut, para peneliti merekrut 56 orang berumur 21-29 tahun yang secara umum dinyatakan sehat. Untuk mengukur sikap peserta terhadap risiko, penundaan dan upaya, mereka diberi serangkaian tugas di mana mereka diminta untuk memilih antara dua alternatif. Misalnya, peserta diminta untuk memilih antara hasil kecil dalam tiga hari atau hasil yang lebih tinggi dalam tiga bulan; atau untuk memilih antara hasil lotre aman (90 persen peluang memenangkan hadiah kecil) atau hasil undian berisiko.

Berikutnya, para peserta diminta untuk menebak keputusan “orang lain” pada tugas yang sama, dan setelah membuat pilihan, mereka kemudian diberitahu pilihan peserta “lain”. Selama fase akhir percobaan, peserta mengulangi tugas pertama, di mana mereka diminta untuk membuat keputusan sendiri.

Para peneliti menemukan bahwa setelah peserta mengamati sikap bijaksana, sabar atau malas “orang lain”, pilihan mereka tentang melakukan upaya, menunggu selama penundaan atau mengambil risiko meniru orang lain. Dengan kata lain, para peserta mulai bertindak lebih seperti peserta penelitian yang dihasilkan komputer.

“Sikap seperti kehati-hatian, ketidaksabaran dan kemalasan biasanya dianggap ciri-ciri genetik,” kata Daunizeau. Selain itu, tambah dia, peneliti berpikir bahwa tiga sifat-sifat ini harus kebal terhadap pengaruh lingkungan, seperti pengaruh sosial, setidaknya di masa dewasa.

Namun studi menunjukkan bahwa pengaruh sosial dapat mengubah sikap masyarakat tentang menjadi bijaksana, sabar atau malas, meskipun peserta tidak menyadari bahwa pengaruh sosial mengalami efek ini pada mereka.

Satu penjelasan yang mungkin bahwa orang-orang meniru perilaku orang lain karena norma-norma sosial, termasuk keinginan untuk merasa seolah-olah mereka milik kelompok, kata Daunizeau. “Orang meniru orang lain sehingga perilaku mereka mungkin sesuai dan menyerupai individu dalam kelompok itu,” katanya.

“Penjelasan kedua adalah bahwa orang mungkin berpikir orang lain memiliki beberapa bentuk informasi pribadi tentang bagaimana berperilaku terbaik dalam konteks sosial,” kata Daunizeau. Dalam hal ini, lanjutnya, orang meniru orang lain karena mereka telah belajar bagaimana berperilaku dari orang lain.

“Tapi anda sama sekali tak perlu harus berhenti total berkumpul dengan sahabat-sahabat anda. “Berkebalikan dengan apa yang biasa kita pikir, tertular sikap orang lain adalah salah satu cara belajar dari dari mereka daripada sekadar menyesuaikan diri agar bisa diterima (conforming) oleh mereka.”