Banyak Orang Kaya Masih Nikmati Subsidi

sri1

RAB.com (JAKARTA): Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan 20 persen konsumen tabung gas elpiji 3 kilogram adalah masyarakat menengah ke atas. Padahal, elpiji 3 kilogram adalah produk yang disubsidi pemerintah untuk masyarakat menengah ke bawah. Begitu pula dengan konsumsi listrik 900 VA.

“Kalau dilihat, subsidi elpiji 3 kilogram masih dinikmati seluruh rumah tangga baik yang miskin ataupun kaya,” ujar Sri Mulyani di Ruang Rapat Komisi XI DPR RI, Jakarta, Kamis, (7/9).

Berdasarkan data yang dia miliki, masyarakat menengah atas pengguna tabung elpiji 3 kilogram tinggal di apartemen. Dia menduga hal itu terjadi lantaran kepraktisan dari tabung kemasan kecil itu. Alasan lainnya, dia berujar, lantaran minimnya kegiatan memasak dari penghuni apartemen.

“Karena kalau naik apartemen bawa yang 12 kilogram terlalu berat mungkin. Juga mungkin saja dia enggak masak tiap hari, karena dia makan di luar. Jadi hanya untuk memanaskan makanan saja,” ujarnya.

Setali tiga uang, subsidi listrik 900 VA juga masih dirasakan oleh masyarakat dari berbagai golongan. “Distribusi subsidi listrik hampir mirip dengan elpiji, jadi semua rumah tangga menikmati itu,” ucapnya menambahkan dari data itu perlu ada perbaikan soal target maupun distribusi subsidi kepada masyarakat. Sehingga subsidi yang diberikan dapat lebih tepat sasaran.

“Makin kaya harusnya tidak disubsidi,” ucapnya. Sri Mulyani berujar langkah yang paling baik terkait penyaliran subsidi adalah melalui Program Keluarga Harapan. “Sudah 80 persen rumah tangga miskin yang menerima, tapi 9-10 (golongan menengah ke atas) nol tidak menerima sama sekali,” kata dia.

Baru 53 persen target

Terkait pendapatan negara mulai Januari 2017 hingga akhir Agustus 2017, Menkeu mengatakan sudah dikumpulkan sebesar Rp 780,04 triliun. “Atau 53 persen dari total target penerimaan kita di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun ini,” ujarnya.

Menurut Sri Mulyani pemerintah menargetkan dapat meraup Rp 1.878,4 triliun pada APBN-P 2017. Di sektor penerimaan pajak, tutur dia, negara berhasil mengantongi Rp 745,818 triliun atau sebanyak 52,6 persen dari yang ditargetkan pada APBN-P tahun ini, yakni Rp 1.472,7 triliun.

Angka itu menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik bila dibandingkan dengan data pada periode yang sama tahun lalu. Penerimaan negara pada periode Januari 2016 hingga Agustus 2016 adalah Rp 711,45 triliun atau 46 persen dari target di APBN, dengan penerimaan sektor pajak sebesar Rp 689,09 triliun atau 45,8 persen.

Padahal, pemerintah saat itu tengah menjalankan program pengampunan pajak pada Juli hingga Desember 2016. “Pertumbuhan cukup baik kalau dilihat dari year on year, Jadi kita optimistis di tahun ini karena biasanyanya pada Oktober hingga Desember belanja pemerintah naik,” kata dia.

Mengenai penyerapan belanja pemerintah pusat, menurut Sri, mencapai Rp 695,66 triliun atau sebesar 50,9 persen sejauh ini. “Jumlahnya naik dari tahun lalu yang sebesar Rp 644,712 triliun,” katanya.

Sementara, penyerapan anggaran transfer daerah, kata dia, mencapai 65,6 persen atau Rp 502,61 hingga akhir Agustus 2017. Nilai itu naik apabila dibandingkan dengan tahun lalun sebesar Rp 490,3 triliun atau 63,2 persen pada periode yang sama. Sri Mulyani menyatakan defisit fiskal pada APBN-P 2017 adalah sebesar Rp 224,35 triliun atau 1,65 persen dari Produk Domestik Bruto hingga akhir Agustus 2017.