Generasi Milenial Lebih Suka Main Medsos

xxx
d

RAB.com (JAKARTA): Generasi milenial (yang lahir setelah tahun 1980 sampai 2000) lebih banyak menghabiskan waktu bermain media sosial (medsos) saat berselancar di dunia maya. Mereka tak banyak mengunjungi situs web dengan konten lain, seperti portal media massa, situs-situs pengetahuan, blog-blog para pakar, atau berlangganan e-book.

“Jenis konten internet yang biasa diakses oleh generasi milenial adalah media jejaring sosial, dan separuhnya memilih Facebook,” kata Sekjen APJII Henri K. Sumartono menyinggung hasil dari Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII). Saat mengunjungi medsos, lanjut dia, maka generasi milennial ini akan mengalami hal-hal berikut: terjebak hoax, selain juga menambah pengetahuan dan belajar membaca pendapat orang lain.

Kemudian generasi yang tumbuh di era komputerisasi-multimedia ini, kata Henri, berbagi informasi menarik dengan meneruskannya kepada teman lainnya serta ikut berkomentar.  Generasi milenial (dari  kata millennial) adalah sebuah istilah baru untuk generasi Y yang dipakai media-media di Amerika Serikat pada 1990-an.

Generasi milenial juga dilekatkan pada generasi Z, yakni anak-anak yang lahir pada 1995-2010. Begitu pula mencakup generasi alfa (2011-2025). Yang terakhir ini adalah mereka yang saat belajar merangkak sudah berkenalan dengan gawai (gadget) dan bersinggungan langsung dengan dunia siber. Anak-anak ini bahkan mulai mencoba-coba bermain game online (daring) tidak lama setelah belajar bicara. Bahkan telah ada yang memiliki akun di sejumlah media sosial ketika duduk di sekolah dasar.

Menurut Koordinator Program Gelaran Indonesia Buku, Yayasan lndonesia Buku, Faiz Ahsoul minat mendapatkan pengetahuan melalui internet, khususnya dari jejaring sosial, berbeda dengan mendapatkan pengetahuan melalui buku-buku bacaan. “Membaca melalui gawai hanya sekadar mendapatkan informasi dan bisa pula data, namun di sana belum ada knowledge atau pengetahuan,” ujar dia.

Sedangkan dengan buku, fakta dan data yang ada telah diolah menjadi informasi dan pengetahuan, bahkan dilengkapi analisis, kesimpulan, dan hikmah. Sejauh ini masyarakat internet masih kerap terjebak oleh kengganan memeriksa ulang (crosscheck) atas informasi yang mereka dapatkan melalui media sosial. Mereka juga tak biasa membandingkan dengan informasi lainnya, serta mencari dan mengonfirmasi sumber info tersebut.

“Akibatnya banyak netizen terjebak informasi hoax. Ini bukan menambah pengetahuan namanya,” tandasnya menambahkan generasi milenial seperti ini baru di tataran memiliki minat baca, namun belum memiliki kemampuan membaca. “Apalagi kemampuan memilih dan menilai bahan-bahan bacaannya.”

Wajib dipahami pebisnis

Generasi milenial merupakan kelompok usia produktif dan konsumen yang mendominasi pasar saat ini. Pebisnis wajib memahami sifat dan perilaku generasi milenial yang sangat berbeda dari generasi sebelumnya. Bisa dibilang milenial tidak percaya lagi kepada distribusi informasi yang bersifat satu arah. Mereka lebih percaya kepada user generated content (UGC) atau konten dan informasi yang dibuat perorangan. Mereka tidak percaya pada perusahaan besar dan iklan, mereka lebih mementingkan pengalaman pribadi ketimbang iklan atau review konvensional.

Karena lahir di era kecanggihan teknologi, dan internet berperan besar dalam keberlangsungan hidup mereka, maka televisi bukanlah prioritas generasi milenial untuk mendapatkan informasi atau melihat iklan. Bagi kaum milennial, iklan pada televisi biasanya dihindari. Generasi milenial lebih suka mendapat informasi dari ponselnya, dengan mencarinya ke Google atau perbincangan pada forum-forum, yang diikuti generasi ini untuk selalu up-to-date dengan keadaan sekitar.

Komunikasi yang berjalan pada orang-orang generasi milenial sangatlah lancar. Namun, bukan berarti komunikasi itu selalu terjadi dengan tatap muka, tapi justru sebaliknya. Banyak dari kalangan milenial melakukan semua komunikasinya melalui text messaging atau juga chatting di dunia maya, dengan membuat akun yang berisikan profil dirinya, seperti Twitter, Facebook, hingga Line.

Populasi orang yang suka membaca buku turun drastis pada generasi milenial. Bagi generasi ini, tulisan dinilai memusingkan dan membosankan. Generasi milenial bisa dibilang lebih menyukai melihat gambar, apalagi jika menarik dan berwarna. Walaupun begitu, milenial yang hobi membaca buku masih tetap ada. Namun, mereka sudah tidak membeli buku di toko buku lagi.

Di era serba digital, generasi milenial juga menghabiskan hidupnya hampir senantiasa online 24/7 (24 jam-7 hari seminggu). Menurut riset Social Lab, 58 persen generasi millennial lebih rela kehilangan indra penciuman, dari pada akses terhadap teknologi. Generasi ini melihat dunia tidak secara langsung, namun dengan cara yang berbeda, yaitu dengan berselancar di dunia maya, sehingga mereka jadi tahu segalanya.

Diperkirakan pada tahun 2025 mendatang, porsi tenaga kerja di seluruh dunia sebanyak 75 persen adalah generasi milenial. Kini, tak sedikit posisi pemimpin dan manajer yang telah diduduki oleh mereka. Seperti diungkap oleh riset Socio Lab, kebanyakan dari milenial cenderung meminta gaji tinggi, meminta jam kerja fleksibel, dan meminta promosi dalam waktu setahun. Mereka juga tidak loyal terhadap suatu pekerjaan atau perusahaan, namun lebih loyal terhadap merek.

Semakin mudah dengan kecanggihan teknologi yang semakin maju, maka generasi milenial mulai banyak ditemui perilaku bertransaksi yang sudah tidak menggunakan uang tunai lagi alias cashless. Generasi ini lebih suka tak repot membawa uang, karena sekarang hampir semua pembelian bisa dibayar menggunakan kartu, sehingga lebih praktis, hanya perlu gesek atau tapping.