Jokowi: Terus Awasi Penggunaan Dana Desa

jokowi rapim

RAB.com (JAKARTA): Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta aparat untuk terus mengawasi penggunaan dana desa yang penting untuk membantu perputaran ekonomi di level bawah. Sebelumnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusulkan dana desa dipotong dua hingga lima persen untuk pelaksanaan pengawasan.

“Saya selalu sampaikan bahwa manajemen dana desa itu harus betul-betul direncanakan dengan baik, diorganisasi yang baik. Ada pendampingan, dilaksanakan, tetapi juga harus ada pengawasan, controlling, pemeriksaan, yang terus menerus. Karena ini terkait uang yang besar sekali,” kata Jokowi usai membuka Rapimnas Partai Hanura, di Legian, Badung, Bali, Jumat (4/8).

Jokowi mengatakan negara telah menggelontorkan total Rp 127 triliun dana desa selama tiga tahun terakhir. Dirinya berharap dengan dana desa tersebut terjadi perputaran uang yang akan membentuk dan menghidupkan perekonomian warga. “Sudah saya sampaikan, ini uang banyak. Dua tahun lalu angkanya Rp 20 triliun, tahun lalu naik Rp 47 triliun, tahun ini jadi Rp 60 triliun,” tuturnya.

Jokowi mengatakan yang diharapkan dari dana desa ini, ada perputaran uang yang menunjang kegiatan ekonomi di masyarakat bawah. “Ada perputaran dana di sana,” tuturnya menambahkan sejauh ini sudah bisa diamati adanya dampak dari penyaluran dana tersebut meskipun juga ditemukan sejumlah penyelewengan.

Potongan untuk pengawasan

KPK sebelumnya mengaku melakukan kajian terhadap pengelolaan dana desa mengingat sangat rentan terjadi tindak pidana korupsi. Hasil kajian tersebut telah diserahkan kepada pemerintah. KPK menyebut pengelolaan dana desa mempunyai kelemahan dalam empat aspek, yakni regulasi, tata laksana, pengawasan, dan sumber daya manusia yang mengelola dana desa.

KPK mengusulkan dana desa dipotong lima persen untuk pengawasan. Usulan itu baru dibahas secara internal lantaran inspektorat di pemerintah daerah mengaku tidak memiliki dana untuk melakukan pengawasan. “Rencananya kita tadi baru ngobrol internal, mungkin kita mau usulkan dana desa dipotong dua sampai lima persen buat pengawasan,” kata Direktur Pencegahan KPK Pahala Nainggolan.

Pahala, kepada wartawan di kantor KPK Kuningan Persada, Jakarta, Kamis (3/8), menyebut inspektorat di pemerintah daerah beralasan pengawasan di desa-desa terpencil membutuhkan dana. Dasar itulah yang membuat KPK berpikir untuk mengusulkan pemotongan itu.

“Kita tanya inspektorat kenapa nggak bisa mengawasi, ternyata nggak punya duit kalau jauh desanya. Nah mungkin kalau kita punya dana dipotong dua persen per desa. Kita bisa minta universitas, atau mahasiswa KKN untuk fokus pertanggungjawaban di desa itu,” ucap Pahala.

Baru dipergunakan 30 persen

Pahala menyebut, pada 2017, pemerintah menggelontorkan dana desa sebesar Rp 60 triliun. Tahun ini rata-rata desa mendapatkan uang Rp 800 juta hingga Rp 1 miliar tergantung luas wilayah dan jumlah penduduk. “Jadi kita temukan secara struktural uang yang Rp 60 triliun digelontorkan ini tidak memperhitungkan aspek pengawasan,” ujar Pahala.

Apalagi KPK menemukan dana desa tak bisa dipertanggungjawabkan oleh pemerintah kabupaten dan kota dalam aplikasi Sistem Keuangan Desa (Siskeudes). Dalam laporan keuangan dana desa hanya dipergunakan 30 persen dan 70 persen sisanya dipergunakan untuk membiayai konsultan.

“Ternyata sampai pada kuartal pertama KPK menemukan baru digunakan 30 persen. Yang 70 persen lagi pertanggungjawabannya pakai apa nih. Ada yang bayar-bayar konsultan, segala macam. Ini bahaya,” kata Pahala. KPK menetapkan lima tersangka dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Pamekasan terkait dana desa.

Kelimanya adalah Bupati Pamekasan Achmad Syafii, Kepala Inspektorat Pamekasan Sutjipto Utomo, Kajari Pamekasan Rudy Indra Prasetya, Kepala Desa Dassok Agus Mulyadi, dan Kabag Administrasi Inspektur Pamekasan Noer Solehhoddin. Kasus berawal saat Kepala Desa Dassok dilaporkan LSM ke Kejaksaan Negeri Pamekasan atas dugaan pidana korupsi dana desa sebesar Rp 100 juta.

Namun Agus Mulyadi, Bupati Pamekasan Achmad Syafii, dan Kepala Inspektorat Pamekasan Sutjipto diduga malah menjadi pemberi, penganjur,  dan perantara suap kepada Kajari Pamekasan Rudy Indra Prasetya. Uang suap yang diberikan itu sebesar Rp 250 juta, dengan maksud tidak menindaklanjuti laporan LSM tersebut.