Kapolri: Densus Antikorupsi Tidak untuk Membubarkan KPK

Menkumham Yasonna Laoly, Jaksa Agung HM Prasetyo, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian, Ketua KPK Agus Rahardjo beserta sejumlah pejabat terkait mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 16 Oktober 2017. Rapat itu membahas evaluasi 15 tahun pelaksanaan tugas dan fungsi dalam pemberantasan tindak pidana korupsi serta kendala dan hambatan yang masih ditemui para penegak hukum. (Antara)
Menkumham Yasonna Laoly, Jaksa Agung HM Prasetyo, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian, Ketua KPK Agus Rahardjo beserta sejumlah pejabat terkait mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 16 Oktober 2017. Rapat itu membahas evaluasi 15 tahun pelaksanaan tugas dan fungsi dalam pemberantasan tindak pidana korupsi serta kendala dan hambatan yang masih ditemui para penegak hukum. (Antara)

RAB.com (JAKARTA): Kepala Kepolisian RI (Kapolri) Jenderal Tito Karnavian mengatakan pembentukan Detasemen Khusus (Densus) Antikorupsi bukan untuk membubarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pembentukan Densus Antikorupsi juga tidak untuk mengikis kewenangan kejaksaan.

“Densus Antikorupsi akan menjadi pendukung KPK dan kejaksaan dalam memberantas perkara rasuah. Paralel dan bermitra,” kata Kapolri seusai rapat kerja bersama Komisi Hukum, Kejaksaan Agung, KPK, serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (16/10).

Menurut Tito, kejaksaan tetap memiliki kewenangan melakukan penuntutan. Begitu pula dengan KPK, Densus Antikorupsi bersama komisi antirasuah itu akan saling berbagi tugas. “Hutan permasalahan korupsi ini kan luas. Lihat saja, (selama) 15 tahun sudah berapa ribu orang ditangkap, tapi juga belum selesai,” ucapnya.

Wacana pembentukan Densus Antikorupsi, menurutnya, tidak dipermasalahkan KPK. Hanya, kedua lembaga tersebut menggarisbawahi tentang pembagian tugas ke depan. Tito mencontohkan, KPK bisa menangani kasus-kasus besar dengan intervensi politik yang tinggi. Sedangkan Densus Antikorupsi bisa menangani kasus dari tingkat pusat sampai desa.

“KPK kan enggak mungkin menangani sampai ke desa-desa, kecil sekali,” tutur mantan Kapolda Metro Jaya ini menambahkan pembentukan Densus Antikorupsi masih akan dibicarakan bersama DPR dan pemerintah. Namun ia mengklaim semua pihak mendukung rencananya itu. “Cuma perlu ada pembagian tugas, KPK di mana, Polri di mana, kejaksaan di mana,” katanya.

Bagi kewenangan belum jelas

Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan lembaganya setuju dengan pembentukan unit ini. “Selama seperti yang dijelaskan Pak Tito, kami mendukung,” ujarnya. Sementara itu pimpinan KPK yang lain enggan berkomentar banyak soal rencana pembentukan Densus Tindak Pidana Korupsi oleh Polri.

Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan belum mengetahui pembagian tugas antara Densus Tipikor dengan KPK. Agus juga tidak bersedia berkomentar banyak soal kemungkinan tumpang tindihnya kerja pemberantasan korupsi. “Belum tahu, semakin banyak yang menangani kan semakin bagus,” ujarnya di sela rapat gabungan di DPR, Senin (16/10).

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menuturkan kewenangan KPK dan Densus Tipikor tidak akan tumpang tindih sepanjang pembagian tugas antarlembaga sesuai aturan. “Itu kan bisa kita atur, kan sudah ada KUHAP-nya semua,” kata Saut menambahkan sebenarnya ada banyak persoalan koordinasi antarlembaga penegak hukum yang lebih penting dibahas.

“Tidak hanya sekadar bagaimana kita membentuk densus. Supaya mereka bisa complementary antara kami dengan Polri, dan lainnya,” ujarnya.

Polri berencana membentuk Densus Tipikor yang memiliki kewenangan pencegahan, penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi. Kapolri mengatakan bahwa densus akan menjangkau tindak pidana korupsi yang terjadi di tingkat provinsi, kabupaten/kota, dan desa.

Menurut Tito, Polri akan mengerahkan 3.560 personel dan meminta anggaran sebesar Rp 2,6 triliun untuk operasional Densus Tipikor. Satuan baru di tubuh Polri itu, kata Tito, bakal dipimpin oleh perwira tinggi bintang dua. Sementara itu Kejaksaan Agung telah menyatakan menolak bergabung dengan Densus Antikorupsi Polri.