Klaim Bombastis Lembaga Survei dan Rasionalitas Warga (DKI)

Akankan rasionalitas warga DKI Jakarta kembali mengalahkan ramalan lembaga survei?
Akankan rasionalitas warga DKI Jakarta kembali mengalahkan ramalan lembaga survei?

RAB.com (JAKARTA): “Andaikan pemilihan umum kepala daerah (pilkada) dilakukan hari ini si A akan menjadi gubernur DKI yang baru,” simpul satu lembaga survei. Tentu saja prediksi berdasar survei semacam ini sah-sah saja, namanya memang lagi ada kesempatan untuk promosi terselubung, baik untuk lembaga survei-nya sendiri atau calon yang “diusungnya”.

Masalahnya sekarang siapa lembaga survei yang sudah berani menyatakan seperti itu. Khususnya terkait rekam jejaknya menyelenggarakan survei dan memprediksi siapa yang akan menang. Kalau satu lembaga survei sudah melakukan berkali-kali menyatakan yang menang A, tapi ternyata B yang melaju ke putaran berikutnya dan menang, jadi siapa yang salah.

Bahkan sebagian orang menyebut bahwa siapa saja yang disebut menang oleh lembaga survei itu malah akan seperti dikutuk untuk kalah. Jadi ya silakan saja tetap mengumumkan hasil survei yang tidak rasional dan silakan masyarakat menilai sendiri seberapa akurat atau bahkan seberapa kredibel si lembaga survei yang nyaris selalu salah meramal ini.

Tampaknya masyarakat perlu diberi sedikit paparan data agar bisa menilai lebih objektif dan tidak mudah diprovokasi. Yang jelas jangan percaya begitu saja ramalan lembaga survei. Apalagi sampai menjadikan hasil survei, yang jelas mudah diperdebatkan mengapa kesimpulannya begitu, sebagai dasar pembenaran menggugat saat calon yang didukungnya kalah saat hari pencoblosan.

Masalah klaim yang terbukti tak ada kenyataannya ini tentu saja tidak bisa dilaporkan ke polisi sebagai pembohongan atau penipuan. Namanya juga survei yang konon diberi kebebasan untuk ngomong apa saja tentang kans menang-kalah calon yang berkompetisi menjadi kepala daerah. Tapi masyarakat sebenarnya bisa melakukan kontrol dengan memberi semacam label kepada lembaga survei bersangkutan.

lsi-

Hak publik

Sama seperti hasil survei yang selalu memberi celah untuk bisa melakukan permakluman (kalau tak mau disebut ngeles) saat hasil aktual berbeda dengan ramalannya, masyarakat pun setiap kali juga bisa melakukan itu. Intinya adalah bagaimana berdasarkan riset sederhana bisa menempel semacam catatan kecil: lembaga itu sejauh beberapa kali meramal, hasilnya yang tepat adalah sekian persen.

Cara ini mestinya bisa dilakukan sebagai semacam koridor agar survei tidak dilakukan sembarangan dan asal bisa mendukung calon tertentu. Ihwal yang bisa saja diabaikan khususnya saat lembaga survei memang bertujuan melakukan “kampanye” mendukung calon tertentu. Upaya ini lepas dari keinginan sengaja menjelekkan lembaga survei tertentu karena berdasarkan fakta yang bisa jadi sangat kasar dan bisa jadi menggeneralisir masalah.

Maksudnya  setiap survei tentu saja memiliki kisahnya sendiri. Sejak soal metodologinya, cara penentuan dan pengambilan sampling, realitas yang terjadi di lapangan, metode analisis data yang dipakai, dan tentu saja deal-deal si lembaga dengan calon yang didukung yang ada baunya tapi susah dibuktikan. Rincian yang mestinya juga dibuka ke khalayak untuk melihat objektivitas satu survei opini publik.

Publik selayaknya mendapatkan itu semua karena selalu menjadi target untuk diombang-ambingkan hasil apapun yang diumumkan lembaga survei, khususnya saat menyangkut hal-hal emosional seperti suku, ras, agama (sara). Target yang lebih banyak dirugikan karena barang busuk sekalipun (bahkan calon yang sudah melanggar pidana) bisa dikemas sedemikian rupa agar dipilih menjadi kepala daerah.

Idealnya itu bisa diterapkan sampai ke seluruh wilayah pelosok Indonesia. Tapi sebagai awal gerakan penyadaran tentang kredibilitas lembaga survei dan lebih jauh lagi siapa yang ada di belakangnya, pelabelan semacam ini sudah bisa dilakukan di kota-kota utama Indonesia. Tentu saja dengan dukungan media yang harus lebih dulu melek tentang peta kredibilitas lembaga survei yang sudah meraja lela setelah reformasi.