Kuping Lebih Peka untuk Pahami Emosi Lawan Bicara

Ronnie Wood, gitaris Rolling Stones memegang telinganya untuk mendengarkan suara dari penonton saat beraksi di The Cutting Room (7/11). Wood melakukan pertunjukan langka di Ruang Cutting untuk memainkan musik Jimmy Reed. (AP/Evan Agostini)
Ronnie Wood, gitaris Rolling Stones memegang telinganya untuk mendengarkan suara dari penonton saat beraksi di The Cutting Room (7/11). Wood melakukan pertunjukan langka untuk memainkan musik Jimmy Reed. (AP/Evan Agostini)

RAB.com (JAKARTA): Hasil satu penelitian dari American Psychological Association (APA) menunjukkan bahwa mengandalkan kombinasi isyarat vokal dan ekspresi wajah mungkin bukan metode yang paling efektif untuk memahami emosi atau niat orang lain. Cara yang lebih baik adalah hanya berfokus untuk mendengarkan suara orang lain.

“Orang yang hanya berfokus pada mendengarkan suara orang lain – termasuk apa yang dikatakan orang tersebut dan isyarat vokal seperti nada, irama, kecepatan dan volume – dapat berempati dengan lebih baik,” kata penulis studi Michael Kraus, asisten profesor perilaku organisasi di Universitas Yale sebagaimana dilaporkan Livescience, Rabu (11/10).

Menurut Kraus, ilmu sosial dan biologi selama bertahun-tahun telah membuktikan keinginan mendalam individu untuk terhubung dengan orang lain dan serangkaian keterampilan yang dimiliki orang untuk membedakan emosi atau niat. Tapi bahkan dengan adanya kemauan dan keterampilan, lanjutnya, orang sering secara tidak tepat merasakan emosi orang lain.

Dalam studi tersebut, para peneliti memeriksa bagaimana lebih dari 1.800 individu berkomunikasi dengan orang lain. Beberapa peserta diminta untuk mendengarkan tapi tidak saling memandang, sementara yang lain diminta untuk melihat tapi tidak mendengarkan. Dan dalam beberapa kasus, para peserta diizinkan melihat dan mendengarkan saat berkomunikasi satu sama lain.

Selain itu, beberapa peserta diminta pula mendengarkan interaksi yang direkam antara dua orang asing yang dibacakan dengan suara terkomputerisasi yang tidak memiliki perubahan terkait beragam aspek komunikasi seperti pada manusia biasa. Suara yang monoton dari komputer tentu saja berbeda dengan suara dan bahasa tubuh manusia saat berinteraksi dengan orang lain.

Penelitian ini menemukan bahwa rata-rata peserta mampu menafsirkan emosi pasangan mereka lebih akurat saat mereka hanya mendengarkan dan tidak fokus pada ekspresi wajah. Sedangkan mendengarkan suara terkomputerisasi terbukti paling tidak efektif untuk mengenali emosi secara akurat.