Pemerintah Tambah Utang Rp 67 T untuk Projek Prioritas

darmin

RAB.com (JAKARTA): Pemerintah berencana memperbesar alokasi utang luar negeri hingga Rp 67 triliun untuk menutup defisit keuangan yang diperkirakan melebar pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) Tahun 2017. Penerbitan Surat Berharga Negara menjadi sumber pembiayaan utama pilihan pemerintah.

“Jika anggaran belanja kementerian dan lembaga terserap sepenuhnya, defisit akan mencapai 2,92 persen. Jika penyerapan hanya 96 persen seperti tahun-tahun sebelumnya, defisit diprediksi cuma 2,67 persen. Karena itu kebutuhan utang bertambah Rp 33 triliun (skenario defisit 2,67 persen) hingga Rp 67 triliun (perkiraan defisit 2,92 persen),” kata Menko Perekonomian Darmin Nasution.

Defisit anggaran ditaksir melebar lantaran bertambahnya belanja projek atau program prioritas yang harus dibiayai pada akhir tahun ini. Beberapa projek antara lain: percepatan sertifikasi tanah, persiapan pilkada, pelaksanaan Asian Games, pengembalian pinjaman Badan Layanan Umum Kelapa Sawit, dan pemenuhan tunjangan profesi guru.

Untuk menekan defisit, kata Darmin, pemerintah telah berupaya mengalihkan Rp 16 triliun belanja barang pemerintah pusat untuk membiayai program tersebut. Efisiensi belanja anggaran menyasar honorarium, ongkos perjalanan dinas, rapat, belanja iklan, hingga biaya pemeliharaan gedung.

Saat ini, utang pemerintah tercatat Rp 3.672 triliun dari hasil penjualan Surat Berharga Negara (SBN) dan pinjaman. Utang kian meningkat sejak 2012. “Jangan melihat kenaikannya begitu saja, utang tidak ada yang berkurang. Tapi kan (kemampuan) membayar juga ada,” kata Darmin dikutip Koran Tempo edisi Sabtu 8 Juli 2017.

Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Kementerian Keuangan, Scenaider Siahaan, mengatakan timnya masih menyiapkan strategi penerbitan SBN guna menutup defisit. Berdasarkan projeksi Kementerian Keuangan, kebutuhan penjualan SBN hanya Rp 33 triliun. “Kami akan cermati, sampai di mana (kebutuhannya). Utang diperlukan. Jangan sampai saat perlu belanja, uang tidak ada.”

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (ndef), Bhima Yudhistira, menilai langkah pemerintah yang terus menambah utang luar negeri akan mengancam kredibilitas fiskal. Defisit keseimbangan primer terus melonjak akibat pembayaran bunga utang dan utang jatuh tempo.

“Hal ini menunjukkan penggunaan utang kurang produktif. Investor bisa menjadi kurang percaya terhadap pengelolaan anggaran pemerintah,” kata Bhima.

Anggota Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat, Jhonny Plate, mengatakan penarikan utang baru seharusnya berdampak menurunkan tingkat kemiskinan, pengangguran, dan perluasan kesempatan kerja. Apalagi, pemerintah menetapkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibanding target APBN induk.

“Profil belanja seperti apa, harus berdampak pada kualitas pertumbuhan. Tentu ini akan kami bahas lagi di panitia kerja (panja),” kata dia. Saat ini empat panja Badan Anggaran DPR  terus membahas asumsi dan kebijakan fiskal RAPBN-P 2017 hingga akhir Juli dan diharapkan akan mendapatkan postur anggaran yang lebih sesuai dengan perkembangan kondisi terakhir..