Tren Rokok Elektrik pada Anak, Menkes: Paru-paru Bisa Rusak

Foto: Rengga Sancaya
Foto: Rengga Sancaya

RAB.com (JAKARTA): Menteri Kesehatan (Menkes) Nila F. Moeloek menyayangkan video viral di media massa yang memperlihatkan anak-anak di bawah umur dengan bangganya mengisap rokok elektrik. Hal ini dinilai membuat angka anak merokok terus meningkat sekaligus berisiko merusak kesehatannya.

“Kalau kami sih sangat melarang, jangan merusak anak-anak kita. Minimal nanti paru-parunya akan rusak bila tren mengisap rokok elektrik terus dilakukan,” kata Menkes Nila usai rapat dengan Komisi IX di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (11/9), seperti dikutip detik.com.

Menurut data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), jumlah anak di bawah umur yang merokok naik 8,8 persen dari tahun lalu. Data Kemenkes menunjukkan bahwa prevalensi remaja usia 16-19 tahun yang merokok meningkat tiga kali lipat dari 7,1% di tahun 1995 menjadi 20,5% pada tahun 2014.

Dan yang lebih mengejutkan usia mulai merokok semakin muda (dini).  Perokok pemula usia 10-14 tahun meningkat lebih dari 100% dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun, yaitu dari  8,9% di tahun 1995 menjadi 18% di tahun 2013. Data hasil  penelitian di RS Persahabatan (2013) memperlihatkan bahwa tingkat kecanduan atau adiksi pada siswa SMA yang merokok cukup tinggi, yaitu 16,8%.

Artinya satu dari enam remaja yang merokok,  telah mengalami kecanduan.  Penelitian ini  juga memperlihatkan bahwa rata-rata anak yang dilahirkan oleh ibu hamil yang merokok memiliki berat badan yang lebih ringan (< 2.500 gram) dan lebih pendek (< 45 cm) dibandingkan dengan ibu yang tidak merokok (> 3.000 gram) dan lebih panjang (> 50 cm).

Tanggung jawab bersama

Data-data tersebut menunjukan fakta bahwa merokok berakibat buruk pada  kesehatan masyarakat Indonesia. Merokok merupakan faktor yang pengaruhnya sangat besar terhadap munculnya berbagai penyakit. Perokok mempunyai risiko dua sampai empat kali lipat untuk terserang jantung koroner dan memiliki lebih berisiko terserang  kanker paru dan penyakit tidak menular (PTM) lainnya.

Nila mengatakan permasalahan ini bukan saja menjadi tanggung jawab Kemenkes, tetapi juga pihak lainnya. “Terus terang ini hal yang bukan saja perlu langkah dari Kemenkes, tapi kita juga minta misalnya dari Kemendikbud. Mereka melarang iklan di dalam sekolah tapi di luar sekolah masih bisa. Kemudian untuk rokok elektrik ini ke Kemendag terkait peredarannya,” jelas Nila

“Saya juga jadi bingung kalau anak-anak bisa membeli itu, karena setahu saya rokok elektrik itu harganya mahal,” imbuhnya. Oleh karena itu, Nila mengharapkan peran serta orangtua untuk ikut memperhatikan perilaku anak-anaknya. Khususnya dalam mengikuti tren baru rokok elektrik di kalangan anak-anak.

“Kami berharap pada orangtua, tolong perhatikan anak-anak ini walaupun rokok elektrik ini katanya dosis nikotinnya rendah atau tidak ada. Tapi yang dihembuskan itu dimasukkan dulu ke dalam paru-paru. Ini harus dipertimbangkan dengan baik demi anak bangsa kita,” tutup Nila.

Dalam video blogger (vlogger) yang cukup viral, tampak dua bocah mendemonstrasikan penggunaan rokok elektrik. Walau tidak diketahui jenisnya, beberapa merek yang beredar bisa mengandung kadar nikotin yang sama seperti rokok biasa.