Tubuh Bisa Menyembuhkan Dirinya Sendiri

walk

RAB.com (JAKARTA): Tubuh bisa menyembuhkan dirinya sendiri asal pemiliknya yakin dan berpikiran positif. Itulah kesimpulan ngobrol dengan kawan SMA yang sekitar empat tahun lalu tidak bisa berdiri. Bahkan untuk menggerakkan sendirinya kaki kirinya pun sudah sakit setengah mati. Diagnosis dokter setelah cek lab dan MRI: bonggol sendi pangkal paha kirinya tidak tersuplai darah dan pelumasnya mengering.

“Saat itu saya harus menggunakan kruk untuk menopang tubuh dan bergerak. Sakit di kaki kiri semakin tak tertahankan karena kesenggol saja di ujung kaki rasanya sangat nyeri luar biasa,” ujar warga Bogor yang saat itu sudah nyaris pula putus asa mendapatkan alternatif untuk mengurangi rasa nyeri selain dengan minum obat keras dari resep dokter.

Anjuran dokter yang saat itu sudah menjadi vonis, kawan ini harus operasi segera. Rencana sang dokter bonggol itu dibuatkan saluran dari tulang paha agar darah sampai ke sana dan bila itu tidak membantu sendinya harus dipasangi logam platina. Biaya operasinya di satu rumah sakit Jakarta sudah pasti mahal dan hasilnya belum dapat dipastikan apakah bisa membuatnya pulih kembali atau tidak.

Setelah browsing dan bertanya ke sana ke mari soal operasi itu, akhirnya dia memutuskan untuk tidak menjalaninya. Pertimbangan utamanya saat itu adalah penyakit harus dilawan dan jelas tak ada jaminan operasi akan menyelesaikan masalah. “Begitu memutuskan itu semua hasil lab, foto MRI, dan sebagian besar obat dari dokter saya buang.”

Yang dipilihnya kemudian menjalani terapi shinse dengan terutama metode pijat. Selain itu juga rajin melakukan peregangan secara rutin, sampai ikut kelas yoga untuk relaksasi yang lebih total.  “Yang tak kalah  penting adalah terus berpikir positif akan sembuh. Bahwa tubuh punya kemampuan untuk sembuh dan kembali pada fungsi normalnya seperti sebelum sakit.”

Dan benar saja perlahan kondisi mulai membaik. Sakit yang ibaratnya berskala 10 (saking nyerinya) perlahan semakin berkurang. Kaki mulai bisa digerakkan, dipakai menopang badan, digunakan bangkit dari duduk, sampai akhirnya bisa dengan paksaan untuk berjalan. Khusus tentang rasa sakitnya, kata dia, justru itulah yang bisa menjadi patokan bahwa kesembuhan sedang terjadi.

“Dari kesenggol yang nyerinya sampai ubun-ubun, bisa digerakkan, dipaksa untuk melangkah dan berjalan, saya tambah yakin cara ini harus diteruskan,” tutur pria berusia 50 tahun ini menambahkan bahwa proses dari tidak bisa bergerak sampai bisa berjalan makan waktu sampai sekitar satu tahun. Dalam kurun waktu itu terapi pijat, berpikir positif, minum air geprekan kunyit, berdiet, dan relaksasi juga terus dilakukan.

Saat itu dirinya lalu juga berpikir bagaimana agar kondisi ini bisa dipertahankan. “Untuk melaksanakan niat dan upaya itu, saya sekalian memaksakan diri untuk berlari yang dan dilakukannya secara rutin. Tantangannya saat itu lumayan berat karena rasa nyeri yang masih tersisa dan terutama naik turunnya motivasi untuk konsisten berlari.”

Dan hasilnya sepadan: rasa nyeri itu hanya sesekali  terasa terutama saat kebugaran tubuh sedang drop. Manfaat lain setelah berlari yang membuat badan lebih segar dan tak cepat lelah, kata bapak dua anak ini, bisa membuatnya sampai sekarang setiap minggu melalap jarak 15-20 km di sekitar kompleks rumah. Kalau lagi bosan, lanjutnya, juga berlari di tempat lain seperti keliling Kebun Raya Bogor. “Bahkan saat tugas ke luar kota saya selalu menyempatkan berlari di sekitar hotel. Konsistensi ini sangat terbantu oleh pengalaman buruk sendi pangkal paha kiri yang macet sampai mau dioperasi,” ujarnya. Jadi, lanjutnya, kekhawatiran itu membuat tetap terus termotivasi melakukan olahraga lari yang bagi banyak orang sering tidak bertahan lama.