Wajib E-Toll Masih Sisakan Gardu Tunai dan Beberapa Kekurangan

Pemakaian e-toll belum 100 persen dan masih banyak keluhan dari pengguna.
Pemakaian e-toll belum 100 persen dan masih banyak keluhan dari pengguna.

RAB.com (JAKARTA): Kewajiban penggunaan pembayaran non-tunai di gerbang tol mulai hari ini (Selasa, 31 Oktober) masih menyisakan sejumlah masalah. Sejak dari masalah kesiapan sarana dan perlunya penyesuaian dari pengguna. Sementara 1,5 juta keping kartu e-toll gratis (hanya perlu dibayar saldonya saja) belum semua terdistribusi.

Sejumlah kalangan menyoroti beberapa masalah yang masih membelit dalam penerapan transaksi non-tunai di gerbang jalan tol (e-toll). Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, bahkan pesimistis e-toll mampu menghapus kemacetan di gerbang tol. ”Tak ada perbedaan lama transaksi yang signifikan antara membayar tunai dan kartu elektronik.”

Sedangkan pakar perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, mengeluhkan soal belum adanya layanan pengaduan terpadu di gerbang tol. Pengelola jalan tol masih harus bekerja keras untuk mewujudkan program 100 persen transaksi non-tunai. Selain itu, kata Yayat, di wilayah perkotaan masyarakat cenderung bisa mengaplikasikan uang elektronik lantaran infrastruktur pendukungnya relatif lengkap.

“Di luar Jawa sepertinya masih butuh waktu,” katanya. Yayat juga mengatakan belum ada layanan pengaduan terintegrasi dari pengelola jalan tol, Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), dan bank penerbit kartu untuk menindaklanjuti keluhan.

Berikut ini beberapa masalah yang masih terjadi saat menerapkan transaksi non-tunai di gerbang tol, berdasarkan wawancara dan riset seperti dikutip laman tempo.co.

  1. Kartu uang elektronik sudah ketinggalan zaman
    Tulus mengatakan seharusnya pemerintah dan perbankan mulai mencoba pemakaian peranti on-board unit (OBU) di dashboard mobil atau telepon seluler pintar berisi saldo uang elektronik untuk membayar tarif jalan tol. Cara itu lebih bisa mengurangi antrean di gerbang tol ketimbang memakai kartu.
  2. Respons alat pembaca kartu (card reader) melampaui tiga detik
    Menurut Tulus, ada pengaduan konsumen mengenai card reader di gerbang tol yang tidak berfungsi atau lama dalam membaca kartu.
  3. Alat pembaca kartu sulit dijangkau
    Banyak pemakai jalan tol yang tak terbiasa menghentikan kendaraannya di posisi yang pas dengan card reader. Akibatnya, mereka butuh waktu lama untuk menjangkau alat itu atau bahkan kartunya jatuh.
  4. Kesulitan mengisi ulang
    Ada bank penerbit uang elektronik yang belum bekerja sama dengan minimarket atau gerai lain untuk pengisian saldo. Akibatnya, konsumen yang tak memiliki rekening atau ATM bank tersebut tak bisa mengisi saldo.
  5. Tak ada layanan pengaduan terpadu
    Yayat menekankan pentingnya pos pengaduan terpadu yang berisi perwakilan operator jalan tol dan bank penerbit kartu di setiap gerbang tol untuk melayani pemakai jalan. Jika tak ada, program transaksi non-tunai tak akan menyelesaikan masalah kemacetan.

Baru terjual 50 persen

Sementara itu 1,5 juta keping kartu e-toll yang dibagikan gratis (hanya membayar sesuai isi saldo) di gerbang jalan tol hingga hari ini belum terdistribusikan seluruhnya. E-toll yang disiapkan BPJT dan perbankan dan dibagikan gratis ini bertujuan memudahkan pengguna jalan tol.

Kepala BPJT Herry Trisaputra Zuna mengatakan hingga Senin (30/10), pemakaian e-toll sekitar 92 persen secara nasional. Serapan kartu yang disiapkan untuk dibagikan secara gratis baru 50 persen. ”Sisa kartu yang ada tetap diberikan kepada yang belum punya. Kami memperpanjang pembagian kartu hingga dua pekan ke depan atau sampai kartunya habis,” kata Herry, Senin (30/10)

Untuk mengejar distribusi kartu yang memudahkan transaksi non-tunai, BPJT, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan beberapa bank akan terus memberikan kartu uang elektronik kepada pengguna jalan tol secara cuma-cuma. Kemarin, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara membagikan 500 kartu uang elektronik kepada para staf di lembaganya.

Kartu yang diterbitkan oleh Bank Mandiri itu memiliki saldo Rp 130 ribu. “Ini menjadi tanda bahwa kami mendukung pemakaian uang elektronik untuk pembayaran jalan tol,” kata Rudiantara menambahkan kartu bernama Palapa Ring tersebut dapat digunakan di 11 provinsi dan 57 kabupaten/kota. Selain untuk e-toll, kartu dapat dipakai membayar parkir, membeli bahan bakar, atau naik angkutan umum.

Hingga 27 Oktober lalu, penggunaan uang elektronik di jalan tol Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) sudah mencapai 95 persen. Sedangkan penetrasi uang elektronik di ruas jalan tol non-Jabodetabek di Pulau Jawa mencapai 88 persen. Sedangkan di jalan tol luar Jawa, pengguna uang elektronik baru 77 persen.

Gardu tunai masih ada

Menanggapi keluhan masyarakat ihwal masih adanya kemacetan di gerbang tol yang memberlakukan transaksi non-tunai, Herry mengatakan hal itu terjadi lantaran volume kendaraan yang sangat tinggi. ”Waktu tapping hanya tiga detik, sesuai dengan target,” ujar dia.

Vice President Operation Management Jasa Marga, Raddy Lukman, mengatakan transaksi non-tunai di gardu tol yang dikelola perseroan sudah mencapai 94 persen. Gerbang tol yang belum menerapkan sistem elektronik secara total, kata dia, hanya di ruas Surabaya-Mojokerto dan Jembatan Suramadu. ”Dalam waktu dekat sudah bisa 100 persen,” kata dia.

 

Sebelumnya, BPJT dan Ombudsman menyatakan bahwa setiap gerbang tol masih menyisakan satu gardu untuk transaksi tunai mulai 31 Oktober 2017. Semula, semua transaksi pembayaran tol dilakukan secara tunai mulai 31 Oktober 2017. Operator tol hanya akan menyediakan satu gardu bermesin hibrid untuk melayani pembayaran tunai dan juga non-tunai di setiap gerbang tol.

“Keberadaan mesin hibrid ini untuk penanganan kejadian-kejadian tak terduga saat pembayaran tol, misalnya untuk pengguna jasa tol yang baru pertama kali (first time user) menggunakan uang elektronik,” kata Anggota BPJT, Kuncahyo, dalam konferensi pers di Gedung Ombudsman, Jakarta, Rabu (25/10) seperti dikutip Antara.

Namun Kuncahyo mengimbau masyarakat agar memprioritaskan pembayaran secara non-tunai guna mengurangi waktu antrean kendaraan. Pihaknya tetap mengupayakan 100 persen untuk pembayaran non-tunai karena sudah ada sosialisasi.

Mesin hibrid ini bisa digunakan untuk kondisi tertentu, yang selain first time user yaitu pengguna tol jarak jauh. “Biasanya gardu itu ada di jalur paling kiri,” katanya pada konferensi pers bersama pimpinan Ombudsman dan Bank Indonesia (BI) itu. Kuncahyo mengatakan bahwa BPJT akan meminta Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) untuk tetap menggencarkan sosialisasi pembayaran non-tunai.

Namun, dia juga menyetujui saran Ombudsman agar pembayaran tunai tetap difasilitasi. Anggota Ombudsman, Dadan S. Suharmawijaya, dalam kesempatan sama, mengatakan bahwa BPJT dan BI telah sepakat bahwa pada 31 Oktober 2017 yang dilakukan adalah meningkatkan sepenuhnya gerakan non-tunai.

Untuk target 100 persen pembayaran non-tunai, kata Dadan, diserahkan kepada pengguna tol dan operator. Oleh karena itu, kata dia, BPJT sepakat untuk tetap menyediakan mesin hibrid. “Masih ada hibrid untuk transaksi tunai,” ujarnya